Ketua RT dan RW menjerit saat diperintahkan Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) menggunakan aplikasi Qlue untuk menindaklanjuti
curhat warga Jakarta. Menghadapi protes kepala pemerintahan terkecil
itu, Ahok memberi solusi.
Qlue merupakan sebuah aplikasi lokal
di bawah PT Qlue Performa Indonesia atau lebih dikenal Qlue Indonesia
yang telah menjadi mitra Pemprov DKI selama 10 tahun mendatang. Qlue
dipercaya sebagai salah satu solusi digital untuk menampung segala
laporan masyarakat yang telah terintegrasi dengan Pemprov DKI mulai dari
level kelurahan, kecamatan, kotamadya, dinas hingga staf pemerintah
serta rekan bisnis.
Melalui aplikasi Qlue, semua warga Jakarta
dapat memberikan keluhan langsung tentang sarana dan prasarana terkait
publik. Keluhan tersebut juga akan ditindaklanjuti oleh pihak yang
berwenang. Tujuan aplikasi Qlue untuk 'memperkuat suara warga demi
menjadikan kota-kota di Indonesia lebih baik lagi'. Aplikasi ini bisa
diinstall di smartphone berbasis iOS dan Android.
Ahok berharap kinerja anak buahnya terpantau melalui aplikasi Qlue.
Lewar aplikasi ini, Ahok dengan mudah mengetahui pejabatnya yang
benar-benar melayani warganya dan pejabat mana yang tak melayani keluhan
warganya. Ahok bahkan tidak segan-segan melakukan 'cuci gudang'
bawahannya yang tidak sigap menindaklanjuti keluhan warga.
Namun
kenyataannya, sejumlah ketua RT dan RW keberatan menerapkan aplikasi
tersebut. Salah satunya, Ketua dan Wakil Ketua RW 12 Kebon Melati, Tanah
Abang, Jakarta Pusat, Agus Iskandar. Mereka keberatan karena harus 3
kali mengirimkan laporan setiap hari karena punya pekerjaan lain. Ketua RT dan RW pun menolak menanggalkan jabatan karena mereka dipilih oleh warga, bukan pemerintah.
Menanggapi
penolakan ketua RT dan RW, Ahok lantang menyebut ribut-ribut tersebut
bukan karena urusan aplikasi Qlue tetapi karena ketua RT dan RW terusik
'lapak duit' mereka dibongkar. Tidak tinggal diam, Ahok langsung
memberikan solusi salah satunya siap menggandeng ibu-ibu PKK untuk
mengambil alih tugas ketua RT dan RW.
Selain itu, ternyata PDIP, Gerindra, PKS, dan PAN menjajaki koalisi untuk melawan cagub DKI
incumbent Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ketua Umum DPP Hanura Wiranto
sebagai parpol pendukung Ahok mengaku tidak terusik dengan terbentuknya
koalisi itu.
"Ya biar aja, itu kan bebas. Jadi kalau pilkada DKI ini biarlah mengalir sebagaimana biasa, sudah ada aturannya, sudah ada UU sudah ada penyelenggaraannya, sudah ada pemilihnya. Ya biarkan saja," ucap Wiranto kepada wartawan, Senin (30/5/2016).
Hal itu disampaikan Wiranto, usai membuka Munas pertama Srikandi Hanura di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.
Wiranto menegaskan partainya tetap mendukung Ahok, meski Gubernur DKI itu memilih jalur independen. Hanura tak mempermasalahkan perbedaan pandangan dengan PDIP dkk.
"Mau didukung partai politik silakan, didukung simpatisan, para aktivis atau penduduk diluar partai silahkan. Yang penting kita semuanya mengambil andil bahwa penyelenggaraan pilkada inu berlangsung aman, tertib lancar dan bermartabat," ujar Wiranto.
"Sehingga akan terpilih tokoh yang betul-betul punya kapasitas. Punya kompetensi untuk meyelesaikan masalah yang ada di DKI yang sangat rumit dan complicated," sambungnya.
Namun Wiranto meminta koalisi besar yang terbentuk untuk melawan Ahok agar bersikap demokratis. "Ya kalau belum-belum apa-apa sudah ribut, namanya enggak demokratis," tutupnya.
EmoticonEmoticon